Sunday, July 10, 2011

HI: Lebih Baik Eksklusif daripada Tidak Lulus





Ini dia Ruang Cakra, ruangan eksklusif milik mahasiswa HI

Kalau teman-teman lain banyak yang mengangkat kisah-kisah horor dan berbau mistis sebagai urban legend. Dalam tugas kali ini, saya mencoba mengangkat tema yang beda. Bukannya apa-apa, soalnya saya tidak punya cukup nyali untuk menginterogasi hantu atau melakukan jelajah malam.

Urban legend kali ini yang akan saya angkat berasal dari program studi (prodi) Hubungan Internasional (HI). Pasti kita semua sudah sama-sama tahu kalau mahasiswa prodi HI itu terkenal dengan eksklusifitasnya. Bahkan dari awal sebelum masuk FISIP pun, saya sudah mendengar mitos tersebut. Eksklusifitas di sini maksudnya mereka suka mengeksklusifkan diri dari mahasiswa FISIP lainnya. Memang setelah saya kuliah, saya sendiri jarang melihat mahasiswa HI yang mau bergabung dengan mahasiswa FISIP lainnya. Misalnya saja di galeri-galeri yang terdapat di kampus FISIP ini jarang ada mahasiswa HI yang berdiskusi atau mengerjakan tugas di situ. Berbeda dengan mahasiswa dari prodi lain yang suka menghabiskan waktunya di galeri. Bahkan ada pula mahasiswa yang sampai menginap di galeri karena mungkin sudah menjadi rumah keduanya, entahlah saya juga heran.

Setelah saya selidiki, ternyata mahasiswa HI kalau berdiskusi atau mengerjakan tugas itu memiliki tempat favorit sendiri, yaitu di Ruang Cakra. Awalnya saya juga tidak tahu di mana ruang Cakra itu. Akhirnya saya membuat janji untuk bertemu dan wawancara dengan komting HI angkatan 2008, Yurike F. Wahyudi, yang akrab disapa Cece. Kebetulan sekali, ia mengajak saya untuk bertemu di ruang Cakra. Ternyata Ruang Cakra ini berada di gedung C FISIP lantai 1. Waktu pertama kali saya masuk ruang Cakra tersebut yang ada di pikiran saya ialah “memang benar-benar eksklusif”.

Mengapa demikian? Sebab di ruangan yang tidak terlalu besar itu dapat ditemui berbagai macam fasilitas. Pertama membuka pintu ruang cakra, hawa dingin AC langsung menusuk. Berbeda dengan kelas 305 yang selalu panas karena AC-nya rusak. Kemudian buku-buku literatur milik prodi HI juga sangat banyak, jadi hampir seperti perpustakaan versi mini. Belum lagi di ruangan itu juga memiliki mesin fotocopy sendiri yang digunakan oleh mahasiswa HI untuk memfotocopy buku-buku tersebut sebagai bahan tugas. Serta ada juga printer yang sangat berguna untuk mengeprint tugas tanpa harus antri di IKOMA.

Ada juga beberapa komputer berjejer yang mengingatkan saya pada laboratorium komputer waktu SMA. Selain itu ada seperti ruangan kelas di dalam ruang cakra ini. Menurut penjelasan Cece, ruangan itu memang biasanya untuk kuliah bagi mahasiswa HI S2. Yang paling saya takjubkan ialah ternyata di ruangan itu memiliki Wi-Fi sendiri. Wow! Sangat nyaman sekali bukan? Jadi mahasiswa HI tidak perlu kesal dengan fasilitas Wi-Fi FISIP yang sering lemot karena disabotase oleh mahasiswa prodi lain yang suka menginap di kampus itu.

Video seputar Ruang Cakra ada di bawah...

Akhirnya di ruangan yang sangat nyaman tersebut, saya melakukan wawancara dengan Cece. Dengan ditemani oleh sahabat saya, Dhani Ulan, saya mulai mengulik dan mencari tahu apa sebenarnya di balik mitos tersebut. Pada saat saya menanyakan ke Cece mengenai keeksklusifan prodi HI, Cece langsung meringis. Ia menjelaskan kalau julukan “eksklusif” yang dicap ke prodinya itu sebenarnya gara-gara tugas.

“Eksklusifya kita itu beralasan kok sebenarnya. Jadi kayak semester ini kan aku ngambil tujuh mata kuliah ya, nah tujuh-tujuhnya itu dapet tugas jurnal semua dan itu tiap minggu harus ngumpulin submit jurnal. Jadi kita harus nyari bahan-bahan yang tebelnya segini-gini (sambil menunjuk ke buku yang ada di meja) dan itu bahasa inggris semua dan berpuluh-puluh halaman, habis itu juga masih harus direview lagi. Makanya akhir-akhirnya itu kita mesti sibuk bayar utang jurnal soalnya kan ada yang nggak ngumpulin. Jadi sebenernya kita itu eksklusif lebih gara-gara jurnal,” jelas Cece sambil tertawa.

Dari penjelasan Cece tersebut, saya akhirnya paham kalau mahasiswa HI itu tugasnya sangat banyak sehingga tidak memungkinkan mereka untuk mengikuti kegiatan fakultas. Selain itu alasan mereka tidak pernah kelihatan di kampus FISIP karena sehari-harinya mereka selalu ngendon di ruang Cakra untuk mengerjakan tugas. Buat apa lagi mengerjakan tugas di galeri FISIP kalau semua fasilitas sudah tersedia di ruang cakra ini.

“Iya kita semua anak-anak HI ya setiap hari selalu ke sini. Ya untuk ngeprint tugas dan jurnal, fotocopy bahan atau ngerjain tugas juga selalu di sini. Dulu waktu semester-semester awal sih suka ngerjain di galeri, tapi karena listriknya suka mati, akhirnya pindah ke sini. Apalagi di sini ada internetnya kan, jadi ya gampang buat cari tugas,” ungkap Cece yang ternyata kakak dari Tian, mahasiswa Komunikasi 2009.

Ruang Cakra ini sendiri dibangun dari dana hibah yang diperjuangkan oleh prodi HI. Dengan adanya Ruang Cakra ini menambah kesan eksklusif bagi HI. Sebab prodi lain di FISIP jarang ada yang memiliki keistimewaan seperti ini. Namun sebenarnya ruang Cakra ini tidak hanya khusus untuk mahasiswa HI saja. Bagi mahasiswa jurusan lain di FISIP sebenarnya boleh masuk. Tapi harus mendaftar dulu jadi anggota Cakra. Ada kartu member bagi anggota Cakra agar bisa mengakses fasilitas yang ada di Cakra. Namun memang karena ruangan ini milik Departemen HI, jadi kebanyakan yang menjadi anggota Cakra adalah mahasiswa HI sendiri.

Selain ruang Cakra, doktrin “eksklusif” tersebut sebenarnya sudah ada sejak angkatan-angkatan atas. Hal itu diungkapkan oleh Cece sendiri bahwa para senior sering mengatakan kalau mahasiswa HI itu terkenal eksklusif, tapi sebenarnya mahasiswa HI tidak punya niat untuk membentuk image eksklusif. Jadi eksklusifnya itu terbentuk dari kesibukan-kesibukan anak HI, serta banyaknya kegiatan interen HI yang membuat para mahasiswa HI menjadi sangat kompak. Sehingga dari kekompakan mereka yang membuat mereka melupakan kegiatan-kegiatan fakultas, menjadikan mahasiswa dari prodi HI itu terkenal eksklusif.

Mungkin ada sebagian mahasiswa dari prodi lain yang berpandangan negatif dengan keeksklusifan mahasiswa HI ini. Namun ketika ditanyai tentang pandangan negatif orang lain ini, Frandi Kuncoro, mahasiswa HI angkatan 2008 menjawab dengan tegas, “We don’t even care about apa kata orang tentang kita. Jadi kita bukan ignore juga, tapi lebih kepada kita banyak tugas, banyak urusan. Just doing our activity, itu kayak semacam ya udahlah terserah orang mau ngomong apa tentang kita, yang penting kita kan nggak kayak gitu,” jelas Frandi yang jujur saja saya belum pernah melihatnya di FISIP.

Sehingga image eksklusif ini tidak terlalu diambil pusing oleh mahasiswa HI sendiri. Mereka lebih memilih cuek saja dan mengerjakan tugas-tugas mereka yang menumpuk. Buat apa ikutan demo kalau tugas-tugas kuliah belum selesai? Jadi lebih baik dibilang eksklusif daripada tidak lulus kuliah. Betul nggak? (nit)

No comments:

Post a Comment