Sunday, July 10, 2011

Prodi Ilmu Komunikasi : Bikin Film aja disangka Hedon

Siaran, shooting film, bikin Iklan, hingga jeprat-jepret keliling kota adalah ”makanan” sehari-hari mahasiswa ilmu Komunikasi Fisip Unair. Berpakaian rapi serta modis pun seringkali jadi ritual mereka saat ikut kelas-kelas tertentu. Karena alasan-alasan itu mahasiswa ilmu Komunikasi sering dicap hedon oleh lingkungannya. Namun siapa sangka, dibalik anggapan itu realitasnya justru tak sehedon ucapannya.

Cukup sulit juga memikirkan tema yang mau diangkat buat tulisan UAS Jurnalistik Online ini. Tema Urban Legend, pasti arahnya bakal menuju pada hal-hal yang mistis bin non realis. Dan..... seperti yang sudah saya duga. Hingga H-7 jam menuju deadline, saya membaca upload-an tulisan teman-teman di  Facebook, saya baru menemukan satu tulisan non-mistis. Itupun tulisan pacar saya sendiri karena emang janjian. Hehehe.

Beda. Itulah yang saya ingin coba sampaikan lewat tulisan saya. Oleh karena itu, mitos mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unair adalah mahasiswa yang hedon akan saya angkat kali ini. Sebuah mitos yang dekat dengan saya sebagai salah satu mahasiswanya, dan pastinya, mengalami sendiri kenyataan dari mitos itu setiap hari.

Sebelum kita meluncur lebih jauh, ada baiknya menyamakan persepsi hedon dengan istilah hedon yang saya tulis di sini. Hedon yang saya maksud adalah perilaku bersenang-senang seperti berfoya-foya, bergaya hidup glamor, menghabiskan uang, dan lain sebagainya yang intinya hidup senang.

Kata hedon sendiri berasal dari sebuah faham Hedonisme. Yakni  pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Definisi ini saya kutip dari situs Wikipedia.org.

Oke, kembali ke mahasiswa Komunikasi dan kehedonannya. Cap hedon untuk mahasiswa Komunikasi sebenarnya sudah saya dengar sejak masih kelas 3 SMA. Ketika pertama kali merencanakan masuk ke jurusan Ilmu Komunikasi, banyak teman saya yang sudah mewanti-wanti, “Ati-ati lho! Komunikasi anaknya tajir-tajir. Tiap hari hedon melulu. Harus pinter-pinter milih temen di sana.”

Saya pun membantah, “Ah, bukannya yang hedon itu mahasiswa Ekonomi?”. “Ekonomi jelas hedon. Tapi dari segi gaya hidup aja. Kalo komunikasi, kuliahnya juga hedon. Seneng-seneng tok wes. Kayak bikin film, desain iklan, jadi penyiar radio, seneng-seneng tok lah pokoke” jawab mereka.

Sejak saat itu lah saya semakin berhasrat masuk ke jurusan hedon itu. Iming-iming kuliah senang-senang jadi harapan besar saya ketika kuliah nanti. Tapi, wanti-wanti soal hati-hati pilih kawan juga sempat mengganggu cita-cita saya ini. Dalam hati saya bertanya, “Jangan-jangan saya yang dari keluarga biasa-biasa saja ini dikucilkan dengan teman-teman yang tajir-tajir?”

Kenyataanya, setelah tiga tahun saya menimba ilmu di Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unair, tidak terlalu seperti yang dibicarakan teman-teman saya ketka SMA. Seperti lingkungan pada umumnya, di kampus ini pun semua jenis orang ada. Ada orang tajir yang pilih-pilih teman, tapi nggak sedikit orang tajir yang mau berkawan dengan siapa saja.

Mahasiswa Komunikasi lagi bikin iklan. Siapa bilang kegiatan kayak gini itu hedon?
Fakta terpentingnya adalah, tidak semua mahasiswa Komunikasi itu tajir. Banyak yang kelas sosialnya strata kelas menengah, ada yang kurang mampu, dan tidak sedikit pula yang merupakan kontingen daerah dan akhirnya harus hidup berhemat karena status mereka sebagai anak kost. Dan hampir semuanya tidak pilih-pilih teman.

“Nggak semua teman-temanku jurusan Ilmu Komunikasi kayak gitu (tajir dan hedon)semua. Malah lebih banyak anak kost-nya, yang setiap hari harus itung-itung duit dulu untuk  sekedar makan tiga kali sehari,” cerita Abdul Chodir, Presiden BEM Fisip Unair 2009-2010.

Anggapan hedon bagi mahasiswa Komunikasi memang benar ada, terutama dari rekan-rekan sesama program studi di Fisip. Keterlibatan yang kurang dengan kegiatan kemahasiswaan di kampus jadi alasan lain selain karena alasan-alasan di atas. Mahasiswa Komunikasi malah sering terlihat di luar kampus ketimbang di dalam kampus mengikuti kegiatan-kegiatan seperti demonstrasi, seminar, serta diskusi-diskusi ilmiah.

“Anak kom (Komunikasi) itu berkegiatannya lebih banyak di luar dari pada di dalam kampus. Hal itu yang jadi alasan temen-temen prodi lain menilai anak kom itu hedon dan kurang peduli sama lingkungan sekitar mungkin ya?” tambah Chodir yang juga merupakan mahasiswa Sosiologi semester akhir ini.

Saya sendiri sebagai mahasiswa Komunikasi sendiri miris mendengar cap hedon justru muncul dari cibiran teman-teman Fisip karena alasan seperti itu. Toh pada kenyataannya masih ada teman-teman saya, sesama mahasiswa Komunikasi, yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan kampus.  

Beberapa di antara mereka ada yang menjadi penulis dan fotografer bulletin bulanan Fisip “JENDELA”, beberapa ada yang menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (BLM), bahkan yang terbaru yang saya dengar calon ketua UFO, Masa orientasi untuk mahasiswa baru di Fisip adalah teman-teman saya sendiri sesama mahasiswa Komunikasi.

Cap hedon bagi mahasiswa Komunikasi  memang bukan cerita baru. Stereotype seperti itu sudah ada sejak dekade 90-an lalu. Kajian keilmuan Komunikasi yang setiap hari berkutat di bidang-bidang yang fun dan keterlibatan minim pada kegiatan-kegiatan kampus memang jadi penyebab utama “mitos” tersebut. Hal ini pun dibenarkan Kandi Aryani, salah seorang dosenProdi  Ilmu Komunikasi Fisip Unair.

“Itu fenomena basi. Jadi dari tahun angkatanku, tahun ’98, itu sudah ada wacana bahwa Komunikasi itu adalah jurusan yang hedon. Mereka melihat dari apa yang tampak di luar saja. Mahasiswa Komunikasi tiap hari bikin film, desain poster, buat iklan, padahal itu memang bidang kajian mereka,” ungkap Kandi, yang juga alumni Ilmu Komunikasi Unair angkatan 1998.

Kandi tidak pernah merasa risih dengan sebutan mahasiswa hedon. Dia mengaku hanya berusaha ignore saja ketika ada selentingan teman lain prodi berkata seperti itu. Karena menurutnya mereka yang menyebut Ilmu Komunikasi itu hedon, belum tentu mengerti apa itu hedon.

“Apakah karena kami suka bikin-bikin film terus kami disebut hedon? Paham tidak mereka bahwa film juga merupakan sebuah bidang keilmuan yang dipelajari secara serius? Mereka tidak tahu saja bahwa mahasiswa Komunikasi pun risetnya sudah ke mana-mana. Dan itu semua jelas berhubungan dengan kepentingan sosial. Bahkan lebih bersifat real ketimbang hanya berdemonstrasi,” tegas dosen Media dan Gender ini ketus.


Sejak jaman Kandi masih menjadi mahasiswa hingga sekarang sudah menjadi dosen, banyak perubahan yang telah dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswi Komunikasi terkait anggapan hedon dan acuh dengan lingkungan sosial. Meskipun susah untuk melihat perkembangan itu dikarenakan jumlah mahasiswa yang kian bertambah tiap tahunnya, namun hal ini masih dapat dipantau.

“Indikasinya adalah mata kuliah praktik. Semakin banyak yang meminati mata kuliah ini, maka semakin tinggi pula tingkat kepedulian si mahasiswa terhadap lingkungan sosial. Kepedulian itu akan semakin terlihat jika kita terlibat langsung dalam praktik. Nah, praktik kami ya di bidang-bidang yang menyenangkan ini,” kata Kandi mengakhiri pembicaraan.(zaq)

7 comments:

  1. wahahaha..

    mbak kandi ketus jarene.. :D

    ReplyDelete
  2. see how sick it is to be stereotyped? be careful to stereotype others, then :)

    ReplyDelete
  3. Komunikasi bismillah :D

    ReplyDelete
  4. kak mau tanya nih. apa benar kalo di komunikasi unair lebih mengedepankan teori daripada praktek?

    ReplyDelete