|
“Mas, lapangane digawe yo?”
(Mas, lapangannya dipakai ya?)
Tanya seorang bocah yang sedang siap bermain sepak bola di kampus saya sore itu. Dengan menggenggam bola plastik yang siap ia mainkan bersama teman-temannya, bocah itu akhirnya memutuskan tinggal sejenak dan ikut menonton kakak-kakak mahasiswa yang sedang asyik bertanding sepak bola. Ia berharap pertandingan segera berakhir sehingga ia bisa bermain sepak bola bersama teman-temannya.
Sayangnya, pertandingan yang itu baru berakhir setelah adzan Maghrib berkumandang. Dengan kecewa si bocah dan beberapa temannya pun langsung meninggalkan lapangan. Salah seorang dari mereka bahkan mengumpat berkali-kali karerna kesal telah menunggu lama dan akhirnya tidak jadi main.
Keterbatasan lahan, khususnya untuk sarana olahraga, memang jadi permasalahan klasik sebuah kota besar. Tak terkecuali Unair, khsusunya kampus B, yang terletak di tengah-tengah kota. Deretan rumah warga dan perumahan dosen mengapit keenam fakultas di dalamnya. Satu fakultas bisa memiliki hingga empat gedung.
Fisip misalnya. Fakultas yang berisi Sembilan Program Studi (Prodi) ini sampai memiliki gedung D untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar mereka. Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) malah punya gedung sendiri khusus program Diploma. Praktis kampus B yang hanya berluas 15, 9 hektar ini penuh sesak dan miskin ruang.
Lapangan olahraga menjadi salah satu yang dikeluh-keluhkan selama ini. Tidak hanya oleh bocah-bocah yang gagal main sepak bola tadi, melainkan juga oleh mahasiswa, dosen, karyawan, dan civitas academica Unair lainnya yang ingin berolahraga. Lapangan parkir sepeda motor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) menjadi salah satu yang paling diandalkan jika ingin melakukan kegiatan olahraga di kampus B Unair.
Lapangan yang ternyata milik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ini menjadi solusi alternatif para mahasiswa dan dosen yang ingin mengadakan kegiatan olahraga. Lahan ini sehari-harinya digunakan untuk tempat parkir sepeda motor Fisip. Jika sore tiba, dan anda berniat menggunakan lapangan ini untuk acara olahraga, maka bersiap-siaplah mengangkat motor-motor yang ada dengan tangan sendiri.
“Kita biasanya ngangkat-ngangkat sendiri motor-motor di sini (lapangan sepeda motor Fisip, red). Soalnya perjanjiannya gitu. Kalo acara olahraga kita mau dimulai dan masih banyak sepeda motor parkir di sana ya resiko, “ ungkap Ganes, mahasiswa Ilmu Komunikasi yang hendak mengadakan acara Kom Games Juni nanti.
Menurut mahasiswa angkatan 2010 ini, kampus B memang sangat perlu ditata ulang. Jika sudah ditata maka keperluan lain seperti keperluan melakukan kegiatan olahraga seperti acara Kom Games miliknya bisa terfasilitasi dengan baik.
Selain Ganes, Rizki Fajar dari prodi Ekonomi Pembangunan (EP) FEB Unair pun mengeluhkan hal serupa. Ia mengaku kampus B sangat perlu ditata ulang, terlebih untuk kebutuhan lapangan olahraga. Cowok yang saat ditemui sedang memimpin jalannya event olahraga EP CUP 2011 ini menjelaskan betapa susahnya mengumpulkan massa untuk menghadiri even EP CUP 2011.
“Kebetulan letak FEB kan berjauhan dengan lapangan ini. Jadinya agak susah membujuk massa untuk datang menghadiri acara saya. Selain susah dalam mengumpulkan massa, masalah perijinan pun agak repot. Saya harus ijin tempat terlebih dulu ke Rektorat di kampus C sana lalu setelah disetujui baru menyerahkan izin ke kampus FIB,” curhat Fajar.
Lapangan FIB memang menjadi solusi ampuh saat ini. Namun tidak halnya untuk seterusnya. Masterplan pengembangan Kampus B Unair yang sempat hype satu tahun yang lalu tidak kunjung ada kejelasan hingga kini. Pusat olahraga yang akan diwujudkan dengan membangun Sport Analyzer Area turut menjadi imbas tidak kunjung terrealisirnya Masterplan pengembangan di kampus B. (zaq/bs)
No comments:
Post a Comment