Setiap individu tentu memiliki minat dan ketertarikan yang berbeda-beda. Beraksi dengan BMX, nggowes fixie, bermain-main dengan toycam (toy camera, red), merupakan beberapa contoh minat yang diwujudkan dalam bentuk hobi yang ditekuni oleh masing-masing pecintanya. Lain halnya dengan Rio. Mahasiswa Komunikasi UNAIR ini lebih memilih belajar fotografi untuk mengisi waktu luangnya. Layaknya setiap pemula, ia juga memulai dari nol.
Bermula dari icip-icip kamera DSLR (Digital Single-Lens Reflex) tipe EOS 450D milik Tian, seniornya di Komunikasi, Rio mulai belajar teknik-teknik dasar seperti cara meng-capture foto, menetukan angle foto, dsb. Karena tertarik untuk terjun lebih dalam, pada September 2010 ia membeli kamera DSLR pertamanya yakni tipe EOS 500D. Pilihannya kepada kamera tipe ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ia masih belajar dan kamera tipe itu bisa mendukung pemula seperti dirinya.
Berbekal kamera seharga 6,8 juta itu, mahasiswa angkatan 2010 ini pun mulai berguru lebih banyak teknik lagi. Ia selalu memperhatikan ketika Tian sedang mendokumentasikan event-event Komunikasi dengan kameranya. Dari seniornya itu pula Rio mendapatkan ilmu lebih lanjut tentang teknik-teknik menyeimbangkan bukaan diafragma lensa (aperture), kecepatan rana kamera atau shutter speed, serta besar ISO yang digunakan. Semuanya untuk menghasilkan kualitas foto yang prima. Kombinasi antar ketiganya bila kurang tepat akan berakibat pada hasil foto yang gelap (under exposure) atau sebaliknya, foto terlalu terang (over exposure).
Perlengkapan pendukung kamera miliknya cukup lengkap. Mulai dari lensa fix, flash external, trigger, tripod, blower, hingga battery grip. Semua perlengkapan itu tidak bisa dibilang murah. Sebut saja lensa fix yang ia beli dengan harga 3,2 juta. Usut punya usut, alasan orangtua Rio mau membiayai adalah karena ia telah menuruti nasihat mereka untuk meninggalkan hobi lamanya dan mencari hobi lain.
“Kata ayahku nggak apa-apa fotografi, daripada balapan,” ujarnya.
Namun bukan lantas Rio terpaksa dalam menggeluti hobi barunya ini. Menurutnya, melukis dengan cahaya menarik untuk dilakukan. Hunting foto di banyak tempat yang menarik seperti Jalan Gula di Surabaya hingga lembah Dieng di Malang telah ia coba. Bahkan untuk lebih mengeksplorasi kemampuannya, ia pernah menyewa talent untuk menjadi model fotonya.
Teknik-teknik pengambilan foto seperti low speed, high speed, freezing, dan panning, Rio mengaku sudah bisa mempraktekkannya. Tidak berniat berhenti disitu, cowok asal Madiun ini bertekad untuk menguasai lighting baik indoor maupun outdoor. Sanggup menciptakan komposisi gambar yang pas dan ‘enak dilihat orang’ juga menjadi target Rio berikutnya. Apabila telah menguasai semuanya, ia mengaku ingin membeli kamera baru yakni EOS 7D untuk fotografer semi-pro.
Konon hobi bila ditekuni dapat menghasilkan uang. Ini dibuktikan Rio dengan mulai memperoleh penghasilan kecil-kecilan dari orang-orang yang meminjam jasanya. Dimulai dari jasa kecil-kecilan seperti mendokumentasikan acara ulang tahun, ia telah memutuskan untuk mencoba menyelam sambil minum air. Melakukan hobinya, sembari mendulang rupiah.
Seperti halnya hobi lainnya, selain memiliki sisi menyenangkan, ia mengakui ada hal-hal yang menjadi tantangan tersendiri dalam fotografi. Hasil foto kadang tidak sesuai harapan meskipun telah menggunakan kombinasi aperture, shutter speed, dan ISO yang menurut teori sudah ideal. Ini berkaitan dengan keterbatasan kemampuan lensa, dan yang paling penting jumlah dan pengaturan cahaya yang ada. Dapat dikatakan intuisi, akal, dan kreativitas menjadi kunci bagi siapa saja yang ingin mendapatkan hasil foto yang maksimal.
No comments:
Post a Comment