Saturday, May 14, 2011

YOSAKOI, GELIAT BUDAYA JEPANG DI INDONESIA



Lambang Niseikai Yosakoi Unair
unik : naruko, perkusi kayu dari Jepang
Mungkin baru sedikit orang yang mengenal dan tahu tentang Yosakoi. Ya, kebudayaan dari Jepang ini merupakan budaya yang tumbuh di tengah-tengah mahasiswa Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Airlangga sejak tahun 2007 silam. Sebagai budaya asing yang masuk dan tumbuh di negara yang berbeda, Yosakoi menjadi hal baru yang unik dan menarik untuk dipelajari.
Sebenarnya, apa Yosakoi itu sendiri? Yosakoi adalah tarian Jepang yang memiliki ciri khas gerakan tangan dan kaki yang dinamis. Biasanya, ketika menari, para penari Yosakoi akan membawa perkusi dari kayu yang disebut naruko di kedua belah tangannya. Yosakoi sendiri merupakan tarian khas musim panas yang biasa dilakukan di Jepang. Ketika menari, penari akan menggunakan happi atau yukata (baju khas jepang – red).
Didin, salah seorang mahasiswa Sastra Jepang angkatan 2009 misalnya, mulai mengenal Yosakoi sejak berkuliah di Sastra Jepang, FIB, Unair. Ketertarikannya akan tarian ini bermula ketika Didin melihat keunikan yang tersimpan di dalamnya.
“Saya tertarik waktu melihat naruko, juga gerakan-gerakannya yang dinamis!” ujarnya di sela-sela latihannya di alapngan parkir FIB, Kamis (12/5).
Kini, Didin menjadi penanggung jawab kelompok tari Yosakoi yang ada di Sastra Jepang. Menurutnya, Yosakoi di Sastra Jepang sudah ada sejak tahun 2007, namun kala itu, anggotanya masih heterogen, atau berasal dari jurusan dan fakultas yang berbeda. Mulai tahun 2009, anggota tim Yosakoi ini hanya berasal dari Sastra Jepang saja dan berubah nama menjadi Niseikai Yosakoi Unair.
Tim yang diasuhnya tersebut, aktif mengikuti festival-festival yang ada di Surabaya. Salah satunya adalah festival cross culture yang diadakan tiap bulan Juli di Taman Bungkul Surabaya. Festival ini diadakan bulan Juli karena bertepatan dengan festival musim panas di Jepang. Selain festival cross culture, tim Yosakoi Sastra Jepang mengikuti festival yang diadakan AISEC 21 Mei 2011 nanti. Kini, selain menerima tawaran untuk menari di festival-festival, tim Yosakoi Sastra Jepang mulai berani untuk menawarkan diri bermain di acara tertentu.
          “Biasanya, satu kelompok bisa sampai 30 orang, 16 cowok sama 14 cewek, tapi kadang-kadang bisa lebih juga, kok. Pokoknya semakin banyak orang dalam satu tim lebih bagus, soalnya bisa kelihatan lebih meriah, apalagi kalau gerakannya serempak dan ada yang berpasangan, Yosakoi jadi berasa tambah hidup.” Tuturnya.
          Didin juga menyatakan bahwa gerakan tari Yosakoi bisa digabungkan dengan gerakan tari dari negara lain seperti Korea, India, tradisional Indonesia, sampai gerakan tari dari permainan seperti Pump It Up (sejenis permainan dance – red). Didin sendiri mengaku menggabungkan beberapa tarian ke dalam gerakan tari Yosakoi nya. Bahkan, untuk menambah kesan Indonesia, kostumnya dibuat dengan kain bercorak batik.
         “Tapi bukan yang pure batik, lho. Kita biasanya milih corak yang kalem dan nggak terlalu kelihatan batik, tapi bisa disebut batik juga sih, kayak ada pola-polanya gitu deh.” Tambahnya sambil tertawa.
          Waktu latihan yang rutin membuat hubungan antar anggota menjadi dekat. Selain transfer antar budaya, rasa persaudaraan pun bisa terbangun.
        “Kita jadi dekat satu sama lain, mulai dari angkatan atas sampai yang paling muda, 2010, juga bisa dekat, nggak ada gap. Biasanya malah H-1 sebelum pentas, kita jadi tambah dekat, soalnya kita sampai nginep di tempat teman biar nggak terlambat datang ke venue.” Kenangnya.
         Tarian Yosakoi ini dianggap Didin sebagai pengenalan budaya Jepang ke Indonesia. Namun, bagi Didin, mengenal budaya lain, tidak lantas melupakan budaya sendiri.
          “Pokoknya tetap harus mencintai budaya sendiri. Yosakoi punya porsi tersendiri di hati saya.” Tuturnya mengakhiri pembicaraan. (ghy)

GITA NOVIASARI (070915070)

No comments:

Post a Comment