Wednesday, May 11, 2011

Mengintip Anggaran Perang Anak Kost Komunikasi Unair

Surabaya- seperti yang kita ketahui hidup di negeri orang tidaklah mudah. Karena kita harus mampu menyesuaikan diri kita dengan lingkungan yang baru. Penyesuaian itu dalam segala bidang. Mulai dari waktu , makanan, adat istiadat yang berlaku hitidak masalah ekonomi.

Dalam postingan pertama ini penulis akan membahas tentang masalah ekonomi.hm,tenang, ekonomi yang dimaksud bukan tentang debet, kredit, aktiva, dan pasiva. Ekonomi yang akan penulis posting disini tidak rumit dan tidak bakal bikin blogjumper mumet.

Tema ekonomi yang akan dibahas oleh penulis ialah seberapa besar atidakran perang (biaya hidup) mahasiswa komunikasi unair yang ngekost di Surabaya. Dan bagaimana cara mereka mengelola biaya perang mereka masing –masing (baca : biaya hidup).

Cara yang dilakukan para pejuang –pejuang dalam mengatur strategi guna memangkas biaya hidup mereka bermacam- macam dan bervariasi. Pastinya berhasil dan sukses bagi mereka. Dan strategi mereka dapat digunakan bagi blogjumper lainnya.

Menurut Vida Aditya Ega Wahyu Rizky Hidayati mahasiswi komunikasi angkatan 2009, biaya hidup yang diberikan orang tuanya tiap bulan berkisar antara Rp 900.000,00 per bulan. Dimana kebutuhan terdiri dari biaya untuk membayar kos sekitar Rp 300.000,00 per bulan,kemudian untuk biaya makan sekitar Rp 300.000,00 per bulan, dan bensin Rp 80.000,00 per bulan. Sehingga, Ega begitu ia disapa, dapat menyisakan uang sekitar Rp 220.00,00 per bulan yang mana sisa uang tersebut dapat digunakan untuk keperluan yang tak terduga. Namun kebutuhan tersebut tidaklah selalu sama, terkadang lebih terkadang kurang.

Untuk menyiasati apabila kekurangan dana Egapun memiliki trik tersendiri yaitu, metidaknti jenis makanannya menjadi pemakan mie instant, selain dia mengganti pola makannya yang semula dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari atau membawa bekal sendiri. Jika trik itu sudah tidak berhasil maka dia memilih untuk pulang kampung dan meminta uang kepada orangtua.

Ada pula Roidatul Ula, mahasiswi komunikasi angkatan 2009 ini mengaku bila tiap bulannya ia mendapatkan biaya hidup dari dari orang tuanya berkisar Rp 1.300.000,00 per bulan. Biaya tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhannya, yaitu : bayar kos Rp 350.000,00 per bulan, makan Rp 600.000,00 per bulan, bensin Rp 80.000,00 per bulan. Sehingga dia dapat menyisakan untuk biaya tak terduga sebesar Rp 270.000,00 per bulan. Namun tentunya rincian tersebut bersifat fluktuatif tergantung dari situasi dan kondisi. Namun untuk menyiasati hal tersebut, Ula memilih untuk bekerja di suatu perusahaan surat kabar di Surabaya dengan gaji berkisar sekitar Rp 800.000,00 per bulan.

Lain Ega dan Ula lain pula Luther Alexander Sondang Lumban Tobing, mahasiswa komunikasi angkatan 2009 yang akrab disapa Luther ini memiliki strategi untuk mengatur biaya perangnya. Dia mengatakan bila tiap bulannya ia mendapatkan biaya hidup dari orangtuanya berkisar Rp 400.000,00 per bulan. Biaya tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari. Kebutuhannya itu ialah : untuk membayar kos Rp 300.000,00 per bulan, biaya makan Rp 450.000,00 per bulan, kebutuhan lain sebesar Rp 150.000,00 per bulan sehingga untuk menutupi kekurangannya, luther memilih untuk bekerja di suatu warnet sehingga ia mendapatkan gaji sebesar Rp 550.000,00 per bulan. Sehingga dia dapat mentupi kekurangan dan memiliki surplus dana sebesar Rp 50.000,00 per bulan.(gal)

1 comment:

  1. Sony KusumasondjajaMay 11, 2011 at 4:40 PM

    Judul tulisannya sangat menarik, menjual, dan relevan dengan kehidupan kampus.. Namun, ternyata eksekusinya sangat lemah. Isi beritanya tidak baru - strategi yang disajikan ini sangat klasik. Tulisan ini adalah jenis tulisan yang setelah dibaca cenderung memunculkan respon pembaca "so what..??"

    Pilihan kata dan kalimat sangat tidak efisien. Sembilan kalimat pertama bisa dibuang karena tidak ada isinya apa-apa. Dan, perlukah menuliskan nama LENGKAP dari narasumber untuk tulisan ini? Dari tulisan nama lengkap saja, sudah ada pemborosan 10 kata.

    Pilihan jenis/ukuran font yang berbeda dalam satu badan tulisan juga membuat mata menjadi tidak nyaman.

    ReplyDelete