Wednesday, May 11, 2011

OMSET NGEBUT BERKAT LONTONG BALAP

Ikhlas bekerja : Chusnul dan lontong balapnya

          Untuk sebagian orang, berbisnis merupakan pekerjaan yang merepotkan. Namun untuk sebagian orang, berbisnis adalah sesuatu hal yang menyenangkan. Siapa yang tidak kenal lontong balap, makanan khas dari Surabaya ini memiliki tempat tersendiri di hati penggemarnya. Makanan yang diracik dari beberapa bahan seperti tahu, lento (sejenis makanan dari kedelai - red), tauge, dan kuah sayur ini memiliki rasa yang khas. Dengan pelengkap sate kerang,  dan sambal giling,  lontong balap semakin memiliki pesona tersendiri di lidah para pecinta kuliner.
Seperti yang dilakukan Chusnul, wanita berambut panjang ini memulai bisnis lontong balapnya sejak Maret lalu dengan menyewa satu stan berukuran 3x2 meter di kantin FIB yang baru dengan harga Rp 350.000 per bulan. Ketika ditanya kenapa mau menerima tawaran berjualan di kantin FIB, Chusnul hanya mengatakan bahwa kantin merupakan peluang bisnis yang bagus karena kegiatan ekonomi yang ada di dalam kantin berpusat di makanan, cocok dengan bisnis yang digelutinya.
Bisnis yang dijalaninya merupakan cabang dari lontong balap Pak Budi yang ada di Jl. Kranggan 1 Surabaya. Stan miliknya terhitung ramai dengan pengunjung 100 hingga 150 orang per harinya. Dengan pengunjung sebanyak itu, Chusnul mampu meraup untung sebesar Rp 300.000 hingga Rp 400.000 per hari. Padahal modal yang dikeluarkan Chusnul untuk memenuhi kebutuhannya untuk berbisnis lontong balap hanya sekitar 100 ribu rupiah per hari.
            “Modalnya bisa balik seratus persen mbak, malah labanya lebih-lebih. Alhamdulillah.” Ujar Chusnul di sela-sela kesibukannya melayani pelanggan di stan lontong balapnya, kantin Fakultas Ilmu Budaya, Unair, Rabu (11/5/2011).
            Stan lontong balap milik Chusnul buka mulai pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Harga yang ditawarkan Chusnul untuk sepiring lontong balap tergolong murah, hanya Rp 5000 per porsi dan Rp 5000 untuk seikat sate kerang berisi sepuluh tusuk sate. Menurutnya, berbisnis makanan harus siap mental, karena saingannya banyak dan selera orang berbeda-beda. Namun Chusnul merasa tidak terpengaruh dengan kehadiran stan lain di kantin FIB, karena menu yang dijual olehnya memang berbeda dengan stan lain yang kebanyakan menjual menu masakan rumahan.
            “Selain beda, menu lontong balap ini  punya ciri khas, mbak, kuahnya ditaruh di kuali, terus biasanya kalau merebus kuah, apinya dikasih grajen (ampas kayu yang dipotong menggunakan gergaji - red), tapi nggak berani pakai grajen terus, takut tembok kampus jadi hitam.” Lanjutnya sambil tertawa.
Pembeli lontong balap milik Chusnul pun beragam, mulai dari mahasiswa hingga karyawan dan dosen. Bahkan rasa lontong balapnya yang gurih dan segar sampai ke telinga mahasiswa, dosen dan karyawan fakultas lain. Seperti Pak Heru misalnya, pria yang bekerja sebagi staf akademik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Unair ini, mengaku mendengar berita tentang stan lontong balap milik Chusnul dari sesama karyawan.
“Waktu itu dikasih tahu teman yang kerja di bagian akademik FIB, katanya ada yang menjual lontong balap, waktu mencoba ternyata enak, tempatnya juga enak, dingin, sejuk, nggak pengap.” Ujar Pak Heru.
Dengan spanduk yang besar dan tempat yang strategis membuat stan Chusnul mudah ditemukan. Harga yang murah pun membuat dagangan Chusnul menjadi laris manis.  Menurut Chusnul, berjualan di stan milik FIB, Unair merupakan simbiosis mutualisme di bidang ekonomi. Selain membantu kampus karena stan yang ditempatinya harus dibayar per bulannya, stan tersebut juga sudah menjadi tempatnya mencari rejeki. Jika dilihat, usaha seperti ini sangat menguntungkan asal menjalani dengan tekun dan niat yang tinggi. (ghy)


GITA NOVIASARI (070915070)

1 comment:

  1. Sony KusumasondjajaMay 11, 2011 at 7:05 PM

    Ide tulisan tentang kuliner memang selalu menarik, apalagi disertai fotonya. Penjelasan tentang produk kulinernya juga bisa menambah nilai tulisan ini.
    Kelemahan tulisan ini ada pada (1) kalimat-kalimat pembuka dan penutup yang terlalu berbunga-bunga dan lebay - berdasarkan pada opini pribadi penulis dan bukan fakta. (2) Perbedaan font di bagian awal tulisan juga membuat kenyamanan membaca jadi sedikit terganggu

    ReplyDelete