Suasana malam yang cukup gelap karena lampu-lampu di kampus FISIP Unair belum satu pun yang menyala, seorang gadis yang mengenakan baju hitam dan celana jeans hitam mondar-mandir sambil memegang handphone yang ditaruh di telinga kanannya. Nampaknya ia sedang sibuk dengan panggilan dari seseorang yang sedang membutuhkannya. Gadis muda belia itu bernama Hutami, mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga. Penasaran dengan perjalanan hidupnya setelah kepergian sang bapak, Sugeng Riyanto satu tahun silam, saya pun menghampirinya dengan harapan mampu mendapatkan cerita dari kisahnya yang mungkin dapat menjadi suatu pembelajaran untuk hidup saya. Dan, berikut beberapa kalimat yang saya dapatkan dari kisah inspiratif Hutami.
Perjuangan Hutami mungkin patut menjadi tauladan generasi muda saat ini. Di umurnya yang masih muda, ia sudah menggantikan tugas almarhum sang bapak yang meniggal di usia 47 tahun karena kecelakaan. “Meskipun bapak sudah meninggal, saya yakin bisa menggantikan tugasnya sebagai penopang hidup keluarga”, tegas gadis muda yang penuh semangat ini. Hutami, begitu ia disapa, meneruskan perusahaan milik alm Sugeng yang bergerak di bidang percetakan dan konveksi. Dari bisnis itulah, Hutami dibantu sang ibu membiayai kuliah dan menghidupi tiga orang adiknya yang masih bersekolah. “Ini bukan beban, namun sebuah tugas yang wajib dijalankan”, tuturnya saat ditemui di kampus FISIP Unair, Rabu (11/05/2011).
Gadis yang sekarang duduk di semester IV ini mengaku tidak kewalahan membagi waktu antara kerja dan kuliah. Menurutnya, bisnis yang ia jalankan tidak teralu memakan waktu. “Kerjanya tergantung ada atau tidaknya orderan dari konsumen, kalau ramai banget saya lebih milih nglempar ke percetakan lain”, tutur gadis yang mempunyai hobi kuliner ini ketika ditanya tentang time managementnya. Di kampus pun, ia mengaku masih bisa untuk ikut kepanitian dalam setiap kegiatan akademik maupun non-akademik. “Pinter-pinter aja buat membagi waktu”, tegas gadis belia ini. Dalam menjalani hidupnya, lanjut Hutami, ia merasa perlu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk berbagai hal ataupun kegiatan yang produktif.
Di perusahaannya tersebut ia mempekerjakan lima orang pegawai yang senantiasa membantunya mengerjakan pesanan dari para konsumen. Omset atau pemasukan setiap bulannya, lanjut Hutami, rata-rata bisa mencapai 5 juta rupiah. “Kadang kalau lagi musim Pemilu atau Pilkada dan kenaikan kelas, bisa nyampek 20 juta rupiah tiap bulan”, imbuhnya. Dalam bisnisnya tersebut, ia mengaku belum pernah mengalami kerugian. Ia hanya memproduksi apabila ada pesanan saja, begitu pula pegawai-pegawainya yang dibayar saat ada pesanan yang harus dikerjakan. Selain itu, beban listrik untuk mesin dan perlatan produksi lainnya pun juga tidak ada karena tidak menyala bila tidak ada pesanan. “Dulu pernah sih tiga bulan gak ada pesanan sama sekali hahaha”, tuturnya sambil tertawa.
Selain harus pintar dalam mencari pelanggan, lanjut Hutami, ia juga harus pintar dalam menjalin relasi atau hubungan dengan para vendor atau perusahaan percetakan dan konveksi lainnya. Hal itu dinilainya sangat membantu sekali dalam menjalankan bisnis dalam bidang ini. Menurutnya, orderan tidak selalu datang langsung dari para konsumen, kadang juga datang melalui perusahaan percetakan dan konveksi lainnya apabila perusahaan yang bersangkutan tidak mampu menampung pesanan dari konsumennya. “Kadang kan kalau saya gak sanggup mengerjakan, saya juga nglempar ke perusahaan lain hehe”, jelas Hutami yang sedang duduk dan membalas SMS dari sang ibu.
(1) Membaca alinea pertama kok seperti membaca pengantar artikel di majalah wanita rubrik "Kisah Pilu Hidupku"..? (2)Beberapa kalimat yang digunakan banyak yang merupakan persepsi penulis dan bukan fakta - contoh, kalimat pertama alinea 2 "Perjuangan Hutami patut menjadi teladan.. dst.." Ini opini, bukan fakta. (3) Eksekusi penyajian tulisan juga cukup membosankan.
ReplyDeleteterimakasih banyak.
ReplyDeletesemoga postingan saya selanjutnya bisa lebih baik :)