Surabaya – (11/5) Jika melintasi depan tempat parkir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tepatnya Kampus B, Universitas Airlangga maka kita akan sedikit terhenyak dengan adanya spanduk ang bertuliskan menolak dengan keras kebijakan komersialisasi pendidikan termasuk menolah wacana kenaikan SP3 mahasiswa baru Universitas Airlangga 2011 yang mana dikeluarkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa. Bukan sekedar itu, namun tak jauh juga terdapat spanduk dari pihak Universitas Airlangga yang isinya bertolak belakang dengan spanduk tersebut. Kontradiksi kedua spanduk itu cukup menggelitik semua itu disebabkan isi pesan yang berbeda 180 derajat dan letak pemasangannya yang sangat berdekatan. Seakan ingin membuat perubahan di mata publik, melihat spanduk dari Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP lah yang lebih dahulu ada.
Spanduk dari Unair itu bertajuk Unair Pro-Poor di mana pihak Universitas Airlangga telah mengeluarkan kebijakan bahwasanya mereka menjamin masyarakat miskin memperoleh pendidikan tinggi berkelas dunia dengan dibebaskan membayar biaya pendidikan termasuk itu Sumbangan Operasional Pendidikan (SOP), SP3, dan biaya daftar ulang. “Spanduk-spanduk itu bagus banget, udah dukung mahasiswa, kalau nggak dari mereka siapa lagi,” jelas Reita Indriani (21) mahasiswa FISIP angkatan 2008. Menurutnya, perihal spanduk dari pihak Unair itu merupakan spanduk dengan program yang memihak mahasiswa namun realisasi juga harus ada. “ Spanduk itu udah sedikit memihak mahasiswa, tapi kalau belum ada realisasi ya sama aja, “ ungkapnya. Tak hanya menuai tanggapan yang positif, hadirnya spanduk Unair tersebut dirasa Farid, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya sebagai alat Unair untuk meredam aksi mahasiswa. “Spanduk itu sih, bukan memihak mahasiswa, tapi Cuma akal-akalan pihak kampus ae buat ngeredam gerakan mahasiswa, “pungkas pria berkulit putih ini. Pendapat berbeda datang dari Intan R.K (21) mahasiswa FISIP, menganggap spanduk tersebut bukan merupakan jawaban Unair atas demo mahasiswa, namun justru ada kemungkinan buatan mahasiswa untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pihak Unair tentang SP3. “Paling itu juga buatanne mahasiswa biar Unair terpengaruh dalam pengambilan keputusan SP3,” kata wanita berkaca mata ini.
Sebelum itu, pihak Rektorat Universitas Airlangga juga telah dikunjungi oleh ratusan mahasiswa yang berdemo. Pada tanggal 14 April lalu, ratusan mahasiswa secara teatrikal berdemo dengan berkeliling menuju Kampus A, Kampus B, hingga Kampus C Rektorat Universitas Airlangga. Dengan mengendari sepeda motor dan dengan cat hitam diseluruh tubuhnya mereka menyuarakan aspirasinya dengan lagu-lagu, puisi dan aksi teatrikal. Hal tersebut dilatar belakangi karena adanya wacana bahwa biaya masuk yang ditetapkan Unair bagi Mahaiswa Baru dinilai naik secara tajam. Kenaikan tersebut cukup bervariasi. Mahasiswa menilai kenaikan SP3 dianggap sungguh memberatkan bagi mahasiswa baru angkatan 2011. SP3 dari jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dibandrol harga mulai Rp2,5 juta hingga Rp15 juta.“Kenaikan SP3 membuat adik-adik kami dari kalangan menengah ke bawah tidak punya peluang untuk sekolah di Unair,” ujar Arif Fatchurahman, Koordinator aksi, begitu yang dimuat dalam salah satu website. Tak hanya biaya kenaikan SP3 yang dirasa naik cukup signifikan namun juga pungutan biaya IKOMA, yang awalnya dari mahasiswa FIB angkatan 2006 kebawah pungutan IKOMAnya sebesar Rp. 60.000,- anggakatan 2007 sebesar Rp. 100.000,- sedangkan angkatan 2008 mengalami kenaikan sangat drastis yaitu sebesar 350% nominal besarnya Rp. 450.000,- persemester, secara umum selalu naik pertahunnya. Akibat wacana kenaikan tersebut, para mahasiswa yang tergabung aliansi mahasiswa menolak penghianat pendidikan lantas melakukan demonstrasi untuk menyuarakan aspirasinya.
Namun, disamping itu pihak Unair tidak mau berkomentar mengenai hal tersebut. Baru-baru ini, Unair telah mengetuk palu bahwa kebijakan mengenai biaya pendidikan di Unair SP3, pendaftaran sampai Ikoma. Biaya tersebut cukup bervariasi, antara lain membebaskan bagi siswa tidak mampu untuk biaya SP3 dan sebagainya. Selain itu, sejalan dengan diselenggarakannya program Bidik Misi Kemendiknas yang mana Unair turut andil di samping kebijakan Unair Pro-Poor. Kebijakan yang dikatakan untuk mahasiswa ini diharapkan dapat berjalan tepat target dan efektif. “Semoga kebijakan Unair dapat secara efektif memihak mahasiswa, biar Unair nggak hanya dicap dengan image kampus orang berduit aja, “ungkap Intan. Begitu pula, harapan yang dilontarkan oleh Farid, “semoga dapat bermanfaat, soalnya masih banyak juga biaya gratis itu dinikmati mahasiswa mampu daripada yang nggak mampu, jadi biaya gratis salah sasaran.”
This is also one of the worst articles in this blog.
ReplyDelete(1) Tampilan huruf dan ukuran font yang berbeda-beda membuat sakit mata pembaca
(2) Layout yang berganti-ganti tiap paragraf mengesankan penulis (atau pengetik) adalah newbie dalam mengoperasikan Microsoft Word
(3) Kesalahan tulis muncul di banyak tempat
(4) Penggunaan huruf kecil dan besar yang tidak teratur
(5) Isi tulisan terkesan kuat tidak independen, tidak cover both sides. Padahal ini yang mestinya dilakukan untuk menjamin kredibilitas informasi, apalagi kalau penulisnya kemungkinan besar bersikap subyektif karena ikut menjadi salah satu "obyek penderita".
(6) Judul tulisan juga sangat tidak relevan dengan isi. Pada bagian isi, tidak ada penjelasan apapun tentang kebijakan biaya kuliah pasca demo.